Langkah Baru Fiskal, Pemerintah Izinkan Pinjaman Langsung ke Daerah dan BUMN
Panoramic Banten. Pemerintah Indonesia mengambil langkah berani dalam pengelolaan fiskal nasional dengan memberikan izin bagi pemerintah pusat untuk memberikan pinjaman langsung kepada pemerintah daerah dan perusahaan milik negara (BUMN). Kebijakan ini tertuang dalam regulasi baru yang bertujuan memperkuat efektivitas penggunaan dana publik sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap transfer dana otonomi daerah yang selama ini dianggap tidak merata dan kurang efisien.
Langkah ini muncul di tengah upaya pemerintah untuk menyederhanakan aliran anggaran nasional. Dana otonomi daerah dikabarkan mengalami penyesuaian signifikan sekitar 20 % dipangkas dari total Rp 868 triliun menjadi sekitar Rp 693 triliun. Pemangkasan tersebut bukan untuk penghematan semata, melainkan untuk mengalihkan sebagian anggaran ke program prioritas nasional, seperti program makan gratis bagi anak sekolah dan ibu hamil, serta peningkatan anggaran pertahanan menjelang pelaksanaan agenda pembangunan jangka menengah nasional.
Menurut Kementerian Keuangan, kebijakan ini akan memberi fleksibilitas fiskal bagi pemerintah daerah yang memiliki proyek strategis atau menghadapi kekurangan pembiayaan. Pinjaman dari pemerintah pusat diharapkan menjadi solusi cepat untuk proyek pembangunan infrastruktur, layanan kesehatan, dan digitalisasi pelayanan publik tanpa harus bergantung pada mekanisme APBD yang kerap terhambat oleh birokrasi dan keterlambatan transfer.
Namun, di sisi lain, para ekonom memperingatkan bahwa kebijakan ini perlu pengawasan ketat dan transparansi penuh, terutama dalam aspek akuntabilitas BUMN dan daerah penerima pinjaman. Jika tidak dikelola dengan hati-hati, kebijakan ini bisa menimbulkan risiko fiskal baru misalnya meningkatnya beban utang daerah atau potensi moral hazard ketika pinjaman digunakan tanpa evaluasi ekonomi yang matang.
Secara makro, kebijakan ini menandai pergeseran paradigma penting dalam tata kelola keuangan publik Indonesia. Pemerintah kini berupaya menciptakan sistem fiskal yang lebih dinamis, terarah, dan kolaboratif, dengan memperkuat peran pusat sebagai fasilitator dan daerah sebagai pelaksana. Bila dijalankan dengan disiplin, kebijakan ini berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih cepat, memperkuat daya saing nasional, serta menumbuhkan ekosistem bisnis dan layanan publik yang lebih adaptif terhadap perubahan global.